Minggu, 05 November 2017
Minggu, 08 Oktober 2017
Analisa Kasus Kejahatan Koorporasi di Bidang Perpajakan (Studi Kasus PT Surabaya Agung Industri and Paper (PT SAIP))
ANALISA KEJAHATAN KORPORASI DI
BIDANG PERPAJAKAN
(Studi Kasus PT Surabaya
Agung Industri and Paper (PT SAIP))
A.
Latar Belakang
Korporasi sebagai
suatu badan hukum hasil ciptaan hukum tentunya mempunyai hak dan kewajiban
sebagaimana halnya manusia. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi
kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Ketika subjek
hukum itu diberi hak maka iapun secara tidak langsung sudah dibebani oleh
kewajiban atau sebaliknya, tidaklah mungkin adanya kewajiban bila subjek hukum
tidak mempunyai haknya.
Kejahatan
diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat dipandang sebagai
kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan hukuman (pidana).
Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan oleh hukum itu
sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi, kejahatan korporasi adalah
kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang dapat dikenakan sanksi. Dalam
literature sering dikatakan bahwa kejahatan korporasi ini merupakan salah satu
bentuk White Collar Crime.Dalam arti luas kejahatn korporasi ini sering
rancu dengan tindak pidana okupasi, sebab kombinasi antara keduanya sering
terjadi.
B.
LANDASAN TEORI
1.
Kejahatan Korporasi
Black’s Law
Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau corporate crime adalah tindak
pidana yang dilakukan oleh korporasi dan oleh karena itu dapat dibebankan pada
suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti
penetapan harga, pembuangan limbah), yang sering juga disebut sebagai “white
collar crime” (kejahatan kerah putih).
Simpsons menyatakan
bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan
korporasi, yaitu:
- Tindakan ilegal dari korporasi dan
agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosial-ekonomi bawah
dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan
korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga
pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi.
- Baik korporasi sebagai (subyek hukum
perorangan "legal persons") dan perwakilannya termasuk sebagai
pelaku kejahatan, dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara
lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan
penuntutan.
- Motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi
bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan
kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. tidak menutup
kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal)
dan sub-kultur organisasional.
Kejahatan korporasi tidak terlalu sering dilihat dalam pemberitaan-pemberitaan kriminil di
media. Aparat penegak hukum, seperti kepolisian pada umumnya sering menindak
aksi-aksi kejahatan konvensional yang secara nyata dan faktual terdapat dalam
aktivitas sehari-hari masyarakat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal
ini, yaitu:
- Kejahatan-kejahatan yang dilaporkan oleh
masyarakat hanyalah kejahatan-kejahatan konvensional. Penelitian juga
menunjukkan bahwa aktivitas aparat kepolisian sebagian besar didasarkan
atas laporan anggota masyarakat, sehingga kejahatan yang ditangani oleh
kepolisian juga turut bersifat konvensional.
- Pandangan serta landasan hukum menyangkut
siapa yang diakui sebagai subyek hukum pidana dalam hukum pidana
Indonesia.
- Tujuan dari pemindanaan kejahatan korporasi
adalah lebih kepada agar adanya perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan
pemindanaan kejahatan lain yang konvensional yang bertujuan untuk
menangkap dan menghukum.
- Pengetahuan aparat penegak hukum menyangkut
kejahatan korporasi masih dinilai sangat minim, sehingga terkadang
terkesan enggan untuk menindak lanjutinya secara hukum.
- Kejahatan korporasi sering melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat dengan status sosial yang tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi
proses penegakan hukum.
Kejahatan korporasi yang
lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih (white-collar crime), biasanya
dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak dalam bidang
bisnis dengan berbagai tindakan yang melanggar hukum pidana. Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara maju dapat dikemukakan bahwa
identifikasi kejahatan-kejahatan korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti
pelanggaran undang-undang anti monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran
pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan harga, produksi barang yang membahayakan
kesehatan, korupsi, penyuapan, pelanggaran administrasi, perburuhan, dan
pencemaran lingkungan hidup.
Kejahatan korporasi
tidak hanya dilakukan oleh satu korporasi saja, tetapi dapat dilakukan oleh dua atau lebih korporasi secara bersama-sama.
Apabila perbuatan yang dilakukan korporasi, dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan
di bidang hukum pidana yang merumuskan korporasi sebagai subjek tindak pidana,
maka korporasi tersebut jelas dapat dipidana. Bercermin dari bentuk-bentuk
tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan
aktivitas bisnis, jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita
dihadapkan kepada suatu konsekuensi meningkatnya tindak pidana korporasi yang
mengancam dan membahayakan berbagai segi kehidupan di masyarakat.
Korporasi, sebagai
subjek tindak pidana, dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan pidana,
jika tindakan pidana tersebut dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman
dan sanksi dapat dijatuhkan kepada korporasi dan atau individu di dalamnya.
Namun demikian perlu diadakan indentifikasi pada individu korporasi misalnya
pada direktur, manajer dan karyawan agar tidak terjadi kesalahan dalam
penjatuhan hukuman secara individual. Tidak bekerjanya hukum dengan efektif
untuk menjerat kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi
dianggap penting dalam menunjang pertumbuhan atau stabilitas perekonomian
nasional, sering kali juga disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam melihat
kejahatan yang dilakukan oleh korporasi.
C. PEMBAHASAN
1. Sumber Kasus Kejahatan Korporasi PT
Surabaya Agung Industri and Paper terkait Kasus
Restitusi Pajak.
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA - Kepolisian berencana akan mempidanakan korporasi yang melakukan suap
dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua pegawai pajak. "Kami masih melakukan penggkajian untuk
mengajukan korporasinya dalam kejahatan korporasi, perusahaan sebagai pelaku tindak
pidana,"kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen
Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat
(8/11/2013).
Menurutnya dalam praktiknya perusahaan yang
dikendalikan Berty memberikan suap kepada pegawai pajak menggunakan uang hasil
kejahatan pajak. "Rupanya uang suap yang diberikan merupakan hasil restitusi
pajak," ucapnya. Pihaknya pun masih terus mengembangkan kemungkinan ada perusahaan lain
yang melakukan kejahatan pajak yang sama sehingga negara mengalami kerugian. "Kami sedang mempelajari dokumen-dokumen
dari kantor pajak, sasarannya wajib pajak lain yang ditangani dua tersangka
ini, yang mungkin memperoleh restitusi pajak dengan cara yang sama,"kata
Arief. Sebelumnya
diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri
menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang di
Direktorat Jenderal Pajak. Dua orang di antara adalah mantan pegawai pajak, yakni Denok Tavi
Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga sebagai penerima suap Rp 1,6
miliar dari Komisaris PT Surabaya Agung Industri and Paper atas nama Berty. Akibat persekongkolan tersebut, negara
dirugikan Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT
Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007. Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto, dan
Berty diamankan Senin (21/10/2013) dan kini meringkuk di Tahanan Bareskrim
Polri. Ketiganya disangkakan dengan pasal 5, 11, 12 Undang-undang Tindak Pidana
Korupsi dan pasal 3 dan 6 undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
2.
Analisa Kasus
PT. SAIPK merupakan
perusahaan wajib pajak yang diduga menyuap Denok dan Totok (pegawai pajak) terkait kepentingan restitusi pajak. PT. SAIPK terindikasi melakukan tindak pidana karena telah melakukan suap dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua
pegawai pajak.
Dalam hal ini komisaris telah mempergunakan perusahaan PT. SAIPK untuk memberikan suap kepada dua
orang pegawai pajak menggunakan hasil kejahatan pajak. Jadi yang dipakai sebagai
uang suapnya adalah merupakan hasil restitusi pajak. Tersangka dalam kasus suap
adalah Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto dan
Berty yang telah melakukan korupsi
dan pencucian uang di Direktorat Jendral Pajak. Dua orang diantara mantan
pegawai pajak, yakni Denok Tavi Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga
sebagai penerima suap Rp 1,6 miliar dari komisaris PT. Surabaya Agung Industri
and Paper atas nama Berty. Akibat persengkongkolan tersebut, Negara dirugikan
Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT Surabaya
Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007.
Kasus tersebut diketahui pada 2010 lalu
dari adanya dugaan pelanggaran administrasi restitusi pajak PT SAIPK dari tahun
2004 hingga 2007. Itjen Kemenkeu selanjutnya mendapatkan laporan dari PPATK
terkait transaksi mencurigakan yang melibatkan Denok dan Totok. Inspektorat
Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan menemukan adanya transaksi mencurigakan
dari keduanya sebesar Rp 600 juta. Namun, seiring dengan pemeriksaan internal
Kemenkeu, polisi menemukan transaksi mencurigakan senilai Rp 1,6 miliar. Transaksi tersebut
merupakan pelicin pengurusan restitusi dari wajib pajak Surabaya Agung Industri
Pulp & Kertas (SAIPK) senilai Rp 21 miliar, terhitung dari tahun 2004
hingga 2007.
Sudut
Pandang Hukum Tipikor dan TPPU
Menurut saya ketiganya disangkakan dengan pasal 5, 11, 12
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 dan 6 Undang-undang tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU). Analisa Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomer 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikenakan:
Pasal 5 UU No. 31/1999 “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana
dimaksud dalam pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan
pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah)”. Pasal 11 UU No.
31/1999 “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam
Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (Dua
ratus lima puluh juta rupiah)”. Pasal 12 UU No. 31/1999 “Setiap orang yang
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal
423, Pasal 425 atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
Sudut Pandang Hukum
Korporasi
Menurut analisa saya adalah dalam praktik
perusahaan yang dikendalikan oleh Berty memberikan suap kepada pegawai pajak menggunakan uang hasil kejahatan
pajak
yang merupakan hasil restitusi pajak merupakan sebuah tindakan Korporasi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
dikenakan :
Pasal 3 UU No. 8/2010
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian
Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Pasal 6 UU No. 8/2010 :
1. Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana
dijatuhkan terhadap Korporasi dan atau Personil Pengendali Korporasi.
2. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak
pidana Pencucian Uang
a.
Dilakukan
atau diperintahkan oleh personil pengendali Korporasi
b.
Dilakukan
dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi
c.
Dilakukan
sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah
d.
Dilakukan
dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi
Melihat dampak
negatif dari Kejahatan Korporasi ini maka penegakan hukumnya harus tegas serta
pengenaan pidananya juga diupayakan harus mempunyai efek jera bagi pelaku
Kejahatan Korporasi ini. Untuk itu bagaimana pertanggungjawaban Korporasi
dengan adanya Kejahatan Korporasi yang dilakukan oleh pelaku manusia
(natuurlijk persoon) yang ada di dalam lingkup Korporasi tersebut.
Tindak
Pidana Perpajakan adalah dalam perspektif hukum pidana materiel membicarakan 3
(tiga) masalah pokok, yaitu rumusan tindak pidana perpajakan,
pertanggungjawaban pidana perpajakan dan solusi pidana perpajakan. Kebijakan
formulasi mengenai tindak pidana pajak dirumuskan dalam Pasal 38, 39, 39A, 40,
41, 41A, 41B, 41C, 43 dan Pasal 43A. dari rumusan pasal-pasal tersebut jenis
tindak pidana perpajakan dalam bentuk pelanggaran (culpa) sebagai perbuatan
yang tidak sengaja dan tindak pidana pajak dalam bentuk kejahatan (dolus)
sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja.Subjek tindak pidana pajak
adalah manusia dan korporasi (badan hukum). Tanggung jawab pidana perpajakan
yang dilakukan manusia berbasis pada culvabilitas (kesalahan), untuk korporasi
sebagai pelaku tindak pidana perpajakan maka asas pertanggungjawaban
perpajakannya berdasarkan teori identifikasi, vicarious liability, dan strict
liability. Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perpajakan, hanya
menggunakan sanksi pidana penjara dan kurungan. Demi menjaga pendapatan negara,
maka rumusan pidana denda terhadap pelaku tindak pidana perpajakan oleh wajib
pajak menjadi sanksi utama (premum remedium), sedangkan pidana penjara
dirumuskan sebagai sanksi bersifat ultimum remedium (senjata pamungkas).
D. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan kasus
diatas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan PT. Surabaya Agung Industri Pulp dan
Kertas (SAIPK) yang merupakan perusahaan wajib pajak melakukan tindakan
kriminal berupa penyuapan uang hasil restitusi pajak perusahaan tersebut,
kepada dua pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Penyuapan uang ini
dilakukan, sebagai uang pelicin pengurusan restitusi dari wajib pajak PT. SAIPK
senilai Rp 21 miliar yang terhitung mulai dari tahun 2004 hingga 2007. Dampak
dari tindakan kejahatan ini adalah negara dirugikan sebesar Rp21 miliar dari
jumlah restitusi yang dicairkan.
2.
Saran
Dalam menjalankan
suatu usaha, perusahaan seharusnya tidak melakukan kejahatan korporasi karena
akan merugikan banyak pihak bahkan negara juga akan dirugikan. Sebagai wajib
pajak seharusnya perusahaan membayar pajak sesuai dengan aturan hukum pajak yang
berlaku, jangan hanya mementingkan keuntungan sendiri saja tetapi juga harus
memperhatikan etika-etika dalam berbisnis. Kemudian perusahaan-perusahaan yang
melakukan kejahatan korporasi agar diberikan sanksi yang berat dan tegas agar
tidak terulang kembali kejahatan-kejahatan korporasi lainnya di Indonesia.
Sumber:
http://fery-indrawanto.blogspot.co.id/2011/02/aspek-hukum-korporasi-dalam-kejahatan.html
Minggu, 10 September 2017
Analisa SWOT Polri Dalam Menanggulangi Terorisme
ANALISA SWOT POLRI DALAM MENANGGULANGI TERORISME
Polri sesuai dengan tugas pokoknya yang diatur dalam
Undang-Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik
Indonesia, memiliki kewajiban untuk melindungi, mengayomi dan melayani
masyarakat melalui kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli.
Disamping tugas pokoknya, Polri dalam rangka mengimplementasikan niat dan komitmen
bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum terhadap berbagai aksi
terorisme yang dirasakan sangat merugikan masyarakat bangsa dan negara
Indonesia, maka Polri sesuai tugas, fungsi dan perannya sebagai alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat harus melakukan
berbagai upaya cepat dan tepat untuk mengantisipasi dan menanggulangi munculnya
aksi terorisme di Indonesia.
Perkembangan
kejahatan terorisme global telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan
baik modus, kuantitas maupun kualitasnya, Indonesia tidak lepas dari sasaran
terorisme. Terungkap fakta adanya keterkaitan jaringan militan lokal dengan
jaringan internasional.
Aktifitas
teroris telah membidik dan memanfaatkan ideologi dan agama bagi masyarakat
dunia sebagai garapan agar memihak kepada perjuangan mereka. Oleh sebab itu
perlu ditangani secara bijak. Untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan
dan kegiatan teroris, pemerintah Indonesia menyikapi fenomena terorisme secara
arif, menganilisis berbagai aspek kehidupan bangsa saat ini, guna memerangi
aksi terorisme, bersama dunia internasional.
ANALISA SWOT POLRI
Analisa SWOT merupakan salah satu instrumen analisis yang
dapat digunakan oleh para pembuat keputusan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi oleh organisasinya. SWOT merupakan akronim dari Strenghts (kekuatan)
yang berisi tentang kemampuan, keunggulan, keterampilan dan sumber-sumber yang
dimiliki oleh suatu organisasi; Weaknesses (kelemahan) yaitu memuat tentang
keterbatasan, atau kekurangan dalam hal sumber, kemampuan dan keterampilan yang
menjadi penghalang kinerja organisasi; Oportunities (peluang) berbagai situasi
lingkungan yang menguntungkan bagi suatu organisasi; Threats (ancaman) faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan suatu organisasi.
|
|
Strenghts
|
Weaknesses
|
|
Oportunities
|
Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
|
Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
|
|
Threats
|
Gunakan kekuatan
untuk menghindari atau mengatasi ancaman
|
Minimalkan
kelemahan dan hindari ancaman
|
Strenghts :
1.
Kewenangan Polri untuk pemeliharaan kamtibmas dan menegakkan supremasi hukum terhadap berbagai aksi
terorisme.
2.
Polri
mempunyai Densus 88 AT yang berperan dalam pemberantasan terorisme.
3.
Penggunaan
teknologi IT dalam melacak keberadaan kelompok teroris.
4.
Personil
Densus 88 AT yang telah mendapat pelatihan terorisme di dalam & luar
negeri.
5.
Personil
Densus 88 AT merupakan personil terlatih dalam menangani teroris dengan
pengalaman dan penugasan yang baik.
Weaknesses :
1.
Masih kurangnya personil Densus 88 AT jika dibandingkan
dengan luas wilayah Negara Indonesia.
2.
Tindakan dan cara bertindak dalam menghadapi terorisme belum
menyeluruh diketahui oleh personil Polri.
3.
Personil Polri yang bertugas di lapangan masih menjadi
sasaran terbuka bagi aksi terorisme.
Opportunity :
1.
Dukungan dan peran serta instansi lain dalam usaha pencegahan
dan penanggulangan terkait terorisme.
2.
Demokratisasi dan pembangunan di Indonesia mulai menuju pada
perubahan ke arah tatanan kehidupan yang diinginkan masyarakat.
3.
Terbukanya jalur informasi melalui internet dan penggunaan
media social dalam memberikan informasi terkait penyebaran paham-paham dan
ajaran terorisme.
4.
Informasi dari perangkat pemerintah terkait data dan
informasi penduduk pendatang.
5.
Dukungan masyarakat dalam usaha pencegahan dan penanggulangan
terorisme.
Threats :
1.
Lemahnya penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan,
dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk penyelundupan senjata api masuk ke
Indonesia dengan sasaran daerah konflik dan basis pertahanan teroris.
2.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan rapuhnya
sistem ekonomi bangsa berakibat pada kemiskinan masyarakat yang tidak tertolong
dan pada gilirannya masyarakat memilih caranya sendiri yaitu jalan radikal
kekerasan teror tanpa menghiraukan jatuhnya korban yang tidak berdosa.
3.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama informasi
dan komunikasi di satu sisi meningkatkan mencerdaskan masyarakat luas, di sisi
lain dapat memberikan dampak negatif terhadap masuknya informasi tentang
paham dan ajaran terorisme.
4.
Masih terjadi berbagai konflik di beberapa daerah di wilayah
Indonesia yang masih berpotensi, seperti Poso, Papua dan beberapa daerah
lainnya. Kasus-kasus pembalakan liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya
alam dari praktek-praktek kegiatan ilegal ekonomi.
5.
Lemahnya pengawasan terhadap narapidana kasus terorisme yang
masih tetap memberikan pengaruhnya kepada calon-calon pengikutnya di dalam LP.
STRATEGIS ANALISA SWOT
Setelah
mengidentifikasi unsur-unsur dari setiap aspek SWOT di atas, berikut akan dijelaskan
strategi dalam analisa SWOT. Keempat strategi analisa SWOT yaitu :
a. Strategi Comparative Advantage
Strategi ini
menekankan pada penggunaan semua potensi kekuatan Polri untuk memanfaatkan
semua peluang yang telah diidentifikasi bagi upaya penanganan terorisme secara
efektif dan efisien adalah sebagai berikut :
1.
Penggalangan kepada instansi lain (perangkat pemerintahan,
BIN, TNI) dalam sharing informasi
untuk pencegahan aksi terorisme.
2.
Penggalangan kepada
tokoh masyarakat dalam memberikan informasi di wilayah tempat tinggalnya
terhadap orang dan aktivitas yang mencurigakan yang mengindikasikan kegiatan
terorisme.
3.
Penggunaan teknologi IT dalam melacak keberadaan
kelompok teroris.
4.
Peran
serta pemerintah dalam memberikan pelatihan kepada personil Polri (Densus 88
AT) dalam penanggulangan terorisme.
b. Strategi Mobilization
Strategi ini
menekankan pada penanggulangan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada
pada Polri dalam penanganan terorisme yang efektif dan efisien adalah sebagai
berikut :
1.
Penambahan personil Densus 88 AT dengan rekrutmen yang
memiliki spesifikasi keahlian tertentu.
2.
Pemberian pelatihan dan pengetahuan personil Polri terhadap
cara bertindak dalam menghadapi terorisme.
c. Strategi Investment / Divestment
Pola dari strategi ini adalah memakai
kekuatan yang dimiliki oleh Polri untuk menghindari ancaman yang telah
diidentifikasi dalam penanganan terorisme, yaitu sebagai berikut :
1.
Ketegasan penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan dengan
tegas terutama terhadap kasus-kasus penyelundupan untuk memutus mata rantai
penyelundupan senjata api yang dapat digunakan untuk tindakan terorisme.
2.
Penggalangan dengan instansi terkait dan pengusaha untuk
memberikan saran dalam penciptaan lapangan pekerjaan terhadap masyarakat
ekonomi tidak mampu untuk memperkecil peluang rekrutmen dari pengikut ajaran
tentang terorisme.
3.
Melakukan koordinasi dengan Kemeninfo untuk filter/
penyaringan terhadap arus informasi dan penggunaan IT terhadap situs-situs yang
menyebarkan paham dan ajaran terorisme.
4.
Koordinasi dengan instansi terkait dan melakukan pengawasan
secara ketat terhadap narapidana terorisme dengan pemisahan sel tahanan untuk
mencegah penyebaran paham dan ajaran terorisme kepada calon-calon pengikut.
d. Strategi
Damage Control
Strategi ini menekankan pada memperkecil
kelemahan yang ada pada Polri dan menghindari ancaman yang telah diidentifikasi
dalam penanganan terorisme yaitu sebagai berikut :
1.
Penambahan personil Densus 88 AT dengan disesuaikan luas
wilayah Negara Indonesia.
2.
Ketegasan penegakan hukum terhadap kasus-kasus pembalakan
liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya alam dari praktek-praktek
kegiatan ilegal ekonomi terutama pada daerah konflik
3.
Pelatihan personil Polri dalam menghadapi terorisme.
4.
Personil Polri yang bertugas di lapangan agar senantiasa
siaga dalam bertugas karena terbukanya kesempatan untuk menjadi sasaran
tindakan terorisme.
PROBABILITAS POTENSI
SERANGAN ISIS
Dengan
menelaah kejadian serangan Bom Sarinah dan tindakan terorisme yang baru saja
terjadi maka dapat dijelaskan bahwa potensi serangan ISIS terhadap aset dan
atribut Amerika di Indonesia adalah Very High (VH). Hal ini karena kebencian
ISIS terhadap Amerika yang dianggap oleh pengikut ISIS sebagai lawan pergerakan
mereka, sehingga berimbas terhadap stabilitas kamtibmas kepada kehidupan di
Indonesia. Meskipun masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, kemudian
tindakan ISIS mengatasnamakan agama, namun karena banyaknya aset dan atribut
Amerika maka Indonesia menjadi sasaran
pergerakan ISIS.
Bahwa aset
yang menjadi ciri Amerika di Indonesia tersebar banyak, diantaranya
produk-produk yang mencirikan Amerika, restoran, objek vital Amerika seperti
kantor Kedubes, serta tempat-tempat umum yang memiliki ciri Amerika
lainnya.
Minggu, 06 Agustus 2017
Pengertian, Dasar Hukum dan Sejarah Search and Rescue (SAR)
Pengertian, Dasar Hukum dan Sejarah Search and Rescue (SAR)
1.
Pengertian SAR
Search and Rescue (SAR) adalah
pengerahan dan koordinasi antara personel yang kabapel dengan fasilitas yang memadai
untuk melakukan pencarian dalam rangka penyelamatan jiwa manusia dan harta
benda yang sedang diduga atau diduga akan mendapatkan musibah didaerah
terisolasi.
Operasi
SAR adalah kegiatan merencanakan penyusunan pengerahan dan pengendalian
unsur-unsur SAR dalam rangka pelaksanaan pencarian dan penyelamatan jiwa
manusia yang mengalami musibah.
2.
Sejarah organisasi SAR
Sejarah
organisasi SAR ada sejak manusia memerlukan bantuan pihak lain untuk menemukan
dirinya yang sedang ditimpa musibah ditempat yang terisolir guna
menyelamatkannya. Organisasi SAR ada secara formal sejak Tahun 1970
di Amerika Serikat, dengan sebutan US
COAST GUARD. Organisasi ini merupakan usaha penyelamatan terhadap
perenang-perenang yang terbawa arus di pantai atau perahu-perahu nelayan yang diserang gelombang atau badai dan sesuai
dengan perkembangan jaman atau kehidupan masyarakat maupun teknologi. Organisasi inipun berkembang
sesuai tuntutan kebutuhan.
Di negeri Belanda pada Tahun 1940
berdiri Organisasi SAR yang bernama AMATIR.
Sesuai dengan namanya maka organisasi ini disusun apabila terjadi suatu
musibah. Di Indonesia pada tahun 1950 telah dibentuk organisasi SAR yang diberi
nama WING CATALINA, yang merupakan
bagian dari AURI. Tugasnya adalah melakukan operasi SAR terhadap pilot-pilot
AURI yang meloncat meninggalkan pesawatnya karena kerusakan mesin atau terhadap
pesawat-pesawat AURI yang mengalami musibah. Karena dengan latar belakang kemampuan
dan kewenangan WING CATALINA yang
masih terbatas maka pemerintah berusaha membenahi organisasi SAR di Indonesia.
Dengan membentuk BASARI (Badan SAR Indonesia) dengan Kep Pres No.11 Tahun 1972,
Kep Pres No. 28 Tahun 1979 tentang Anggota BASARI termasuk Anggota BAKORNAS
PBA.
3.
Unsur-unsur SAR
Unsur SAR bertugas untuk melaksanakan
operasi SAR di bawah koordinasi dan pengendalian SMC. Unsur SAR ini dapat
berupa :
a.
Potensi
SAR TNI meliputi TNI Darat, Laut dan Udara.
b.
Potensi SAR Kepolisian Republik Indonesia.
c.
Potensi SAR Pemerintah meliputi Pemerintah Daerah,
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Direktorat Keselamatan Penerbangan, Stasiun
Radio Pantai, Perusahaan Penerbangan dan Pelayaran Pemerintah, Hansip, Palang
Merah Indonesia dan lain-lain.
d.
Potensi
SAR organisasi hobby meliputi : organisasi Aerosport Indonesia Penyelam,
pramuka, pencinta alam, pendaki gunung, ORARI, KRAP, dan lain-lain.
e.
Potensi
SAR organisasi hobby meliputi organisasi aerosport Indonesia, penyelam,
pramuka, pecinta alam, pendaki gunung, ORARI, KRAP, dll.
e. Kejadian-kejadian yang memerlukan bantuan SAR
Berdasarkan Keppres No. 11 tahun 1972
yang dikategorikan sebagai kejadian yang memerlukan bantuan SAR adalah
malapetaka yang dihadapi atau diderita seseorang atau sekelompok orang karena
berbagai sebab yang mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Antara lain
sebagai berikut :
a.
Musibah
penerbangan
b.
Musibah
pelayaran
c.
Kejadian
sejenis, misalnya hilangnya pendaki gunung, penjelajah rimba, penyusur sungai
atau ekspedisi ke daerah terpencil dan sumur. Sedangkan kejadian yang tidak
termsuk kejadian yang memerlukan bantuan SAR adalah malapetaka yang disebabkan
oleh kejadian alam antara lain :
1)
Gempa
bumi
2)
Tanah
longsor
3)
Kapal
kandas
4)
Gunung
meletus
Untuk kejadian tersebut diatas diseluruh personel maupun
fasilitas SAR dapat dikerahkan guna membantu di dalam penanggulangannya.
4.
Persyaratan
personel SAR
Untuk menghadapi/melaksanakan operasi SAR, diperlukan personil maupun
fasilitas yang memenuhi beberapa persyaratan antara lain sebagai berikut :
a.
Memiliki
dedikasi yang tinggi terhadap perikemanusiaan.
b.
Memiliki
fisik dan mental yang baik
c.
Memiliki
moral dan disiplin yang tinggi
d.
Memiliki
intelegensi yang cukup
e.
Memiliki
keterampilan antara lain : penerjun segala medan, Scuba, Mountenering, Survival,
P3K, Peta kompas, Komunikasi, Pemadam kebakaran, Pendaki gunung, Cara memasuki
berada dan meninggalkan lokasi kejadian.
Langganan:
Komentar (Atom)