Minggu, 08 Oktober 2017

Analisa Kasus Kejahatan Koorporasi di Bidang Perpajakan (Studi Kasus PT Surabaya Agung Industri and Paper (PT SAIP))

ANALISA KEJAHATAN KORPORASI DI BIDANG PERPAJAKAN
(Studi Kasus PT Surabaya Agung Industri and Paper (PT SAIP))


A.     Latar Belakang
Korporasi sebagai suatu badan hukum hasil ciptaan hukum tentunya mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana halnya manusia. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Ketika subjek hukum itu diberi hak maka iapun secara tidak langsung sudah dibebani oleh kewajiban atau sebaliknya, tidaklah mungkin adanya kewajiban bila subjek hukum tidak mempunyai haknya.
Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat dipandang sebagai kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan hukuman (pidana). Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan oleh hukum itu sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi, kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang dapat dikenakan sanksi. Dalam literature sering dikatakan bahwa kejahatan korporasi ini merupakan salah satu bentuk White Collar Crime.Dalam arti luas kejahatn korporasi ini sering rancu dengan tindak pidana okupasi, sebab kombinasi antara keduanya sering terjadi.

B.    LANDASAN TEORI
1.     Kejahatan Korporasi
Black’s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau corporate crime adalah tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), yang sering juga disebut sebagai “white collar crime” (kejahatan kerah putih).
Simpsons menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan korporasi, yaitu:
  1. Tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosial-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi.
  2. Baik korporasi sebagai (subyek hukum perorangan "legal persons") dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan, dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan.
  3. Motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional.
Kejahatan korporasi tidak terlalu sering dilihat dalam pemberitaan-pemberitaan kriminil di media. Aparat penegak hukum, seperti kepolisian pada umumnya sering menindak aksi-aksi kejahatan konvensional yang secara nyata dan faktual terdapat dalam aktivitas sehari-hari masyarakat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini, yaitu:
  1. Kejahatan-kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat hanyalah kejahatan-kejahatan konvensional. Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas aparat kepolisian sebagian besar didasarkan atas laporan anggota masyarakat, sehingga kejahatan yang ditangani oleh kepolisian juga turut bersifat konvensional.
  2. Pandangan serta landasan hukum menyangkut siapa yang diakui sebagai subyek hukum pidana dalam hukum pidana Indonesia.
  3. Tujuan dari pemindanaan kejahatan korporasi adalah lebih kepada agar adanya perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan pemindanaan kejahatan lain yang konvensional yang bertujuan untuk menangkap dan menghukum.
  4. Pengetahuan aparat penegak hukum menyangkut kejahatan korporasi masih dinilai sangat minim, sehingga terkadang terkesan enggan untuk menindak lanjutinya secara hukum.
  5. Kejahatan korporasi sering melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dengan status sosial yang tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi proses penegakan hukum.
 2.     Sebab-sebab Adanya Kejahatan Korporasi
Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih (white-collar crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak dalam bidang bisnis dengan berbagai tindakan yang melanggar hukum pidana. Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara maju dapat dikemukakan bahwa identifikasi kejahatan-kejahatan korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti pelanggaran undang-undang anti monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan harga, produksi barang yang membahayakan kesehatan, korupsi, penyuapan, pelanggaran administrasi, perburuhan, dan pencemaran lingkungan hidup.
Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan oleh satu korporasi saja, tetapi dapat dilakukan oleh dua atau lebih korporasi secara bersama-sama. Apabila perbuatan yang dilakukan korporasi, dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana yang merumuskan korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka korporasi tersebut jelas dapat dipidana. Bercermin dari bentuk-bentuk tindak pidana di bidang ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan aktivitas bisnis, jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita dihadapkan kepada suatu konsekuensi meningkatnya tindak pidana korporasi yang mengancam dan membahayakan berbagai segi kehidupan di masyarakat.
Korporasi, sebagai subjek tindak pidana, dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan pidana, jika tindakan pidana tersebut dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman dan sanksi dapat dijatuhkan kepada korporasi dan atau individu di dalamnya. Namun demikian perlu diadakan indentifikasi pada individu korporasi misalnya pada direktur, manajer dan karyawan agar tidak terjadi kesalahan dalam penjatuhan hukuman secara individual. Tidak bekerjanya hukum dengan efektif untuk menjerat kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi dianggap penting dalam menunjang pertumbuhan atau stabilitas perekonomian nasional, sering kali juga disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam melihat kejahatan yang dilakukan oleh korporasi.

C.    PEMBAHASAN
1.     Sumber Kasus Kejahatan Korporasi PT Surabaya Agung Industri and Paper terkait Kasus Restitusi Pajak.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian berencana akan mempidanakan korporasi yang melakukan suap dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua pegawai pajak. "Kami masih melakukan penggkajian untuk mengajukan korporasinya dalam kejahatan korporasi, perusahaan sebagai pelaku tindak pidana,"kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2013).
Menurutnya dalam praktiknya perusahaan yang dikendalikan Berty memberikan suap kepada pegawai pajak menggunakan uang hasil kejahatan pajak. "Rupanya uang suap yang diberikan merupakan hasil restitusi pajak," ucapnya. Pihaknya pun masih terus mengembangkan kemungkinan ada perusahaan lain yang melakukan kejahatan pajak yang sama sehingga negara mengalami kerugian. "Kami sedang mempelajari dokumen-dokumen dari kantor pajak, sasarannya wajib pajak lain yang ditangani dua tersangka ini, yang mungkin memperoleh restitusi pajak dengan cara yang sama,"kata Arief. Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Pajak. Dua orang di antara adalah mantan pegawai pajak, yakni Denok Tavi Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga sebagai penerima suap Rp 1,6 miliar dari Komisaris PT Surabaya Agung Industri and Paper atas nama Berty. Akibat persekongkolan tersebut, negara dirugikan Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007. Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto, dan Berty diamankan Senin (21/10/2013) dan kini meringkuk di Tahanan Bareskrim Polri. Ketiganya disangkakan dengan pasal 5, 11, 12 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 dan 6 undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

2.     Analisa Kasus
PT. SAIPK merupakan perusahaan wajib pajak yang diduga menyuap Denok dan Totok (pegawai pajak) terkait kepentingan restitusi pajak. PT. SAIPK terindikasi melakukan tindak pidana karena telah melakukan suap dalam kasus restitusi pajak yang melibatkan dua pegawai pajak. Dalam hal ini komisaris telah mempergunakan perusahaan  PT. SAIPK untuk memberikan suap kepada dua orang pegawai pajak menggunakan hasil kejahatan pajak. Jadi yang dipakai sebagai uang suapnya adalah merupakan hasil restitusi pajak. Tersangka dalam kasus suap adalah Denok Tavi Periana, Totok Hendrianto dan Berty  yang telah melakukan  korupsi dan pencucian uang di Direktorat Jendral Pajak. Dua orang diantara mantan pegawai pajak, yakni Denok Tavi Periana dan Totok Hendrianto. Mereka, diduga sebagai penerima suap Rp 1,6 miliar dari komisaris PT. Surabaya Agung Industri and Paper atas nama Berty. Akibat persengkongkolan tersebut, Negara dirugikan Rp 21 miliar yang merupakan jumlah restitusi yang dicairkan kepada PT Surabaya Agung Industri and Paper sejak tahun 2004 sampai 2007.
Kasus tersebut diketahui pada 2010 lalu dari adanya dugaan pelanggaran administrasi restitusi pajak PT SAIPK dari tahun 2004 hingga 2007. Itjen Kemenkeu selanjutnya mendapatkan laporan dari PPATK terkait transaksi mencurigakan yang melibatkan Denok dan Totok. Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan menemukan adanya transaksi mencurigakan dari keduanya sebesar Rp 600 juta. Namun, seiring dengan pemeriksaan internal Kemenkeu, polisi menemukan transaksi mencurigakan senilai Rp 1,6 miliar. Transaksi tersebut merupakan pelicin pengurusan restitusi dari wajib pajak Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas (SAIPK) senilai Rp 21 miliar, terhitung dari tahun 2004 hingga 2007.

Sudut Pandang Hukum Tipikor dan TPPU
Menurut saya ketiganya disangkakan dengan pasal 5, 11, 12 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 dan 6 Undang-undang tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Analisa Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikenakan: Pasal 5 UU No. 31/1999 “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah)”. Pasal 11 UU No. 31/1999 “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah)”. Pasal 12 UU No. 31/1999 “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425 atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Sudut Pandang Hukum Korporasi
Menurut analisa saya adalah dalam praktik perusahaan yang dikendalikan oleh Berty memberikan suap kepada pegawai pajak menggunakan uang hasil kejahatan pajak yang merupakan hasil restitusi pajak merupakan sebuah tindakan Korporasi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dikenakan :
Pasal 3 UU No. 8/2010 “Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Pasal 6 UU No. 8/2010 :
1.  Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan atau Personil Pengendali Korporasi.
2.  Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang
a.    Dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali Korporasi
b.    Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi
c.    Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah
d.    Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi

Melihat dampak negatif dari Kejahatan Korporasi ini maka penegakan hukumnya harus tegas serta pengenaan pidananya juga diupayakan harus mempunyai efek jera bagi pelaku Kejahatan Korporasi ini. Untuk itu bagaimana pertanggungjawaban Korporasi dengan adanya Kejahatan Korporasi yang dilakukan oleh pelaku manusia (natuurlijk persoon) yang ada di dalam lingkup Korporasi tersebut.
Tindak Pidana Perpajakan adalah dalam perspektif hukum pidana materiel membicarakan 3 (tiga) masalah pokok, yaitu rumusan tindak pidana perpajakan, pertanggungjawaban pidana perpajakan dan solusi pidana perpajakan. Kebijakan formulasi mengenai tindak pidana pajak dirumuskan dalam Pasal 38, 39, 39A, 40, 41, 41A, 41B, 41C, 43 dan Pasal 43A. dari rumusan pasal-pasal tersebut jenis tindak pidana perpajakan dalam bentuk pelanggaran (culpa) sebagai perbuatan yang tidak sengaja dan tindak pidana pajak dalam bentuk kejahatan (dolus) sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja.Subjek tindak pidana pajak adalah manusia dan korporasi (badan hukum). Tanggung jawab pidana perpajakan yang dilakukan manusia berbasis pada culvabilitas (kesalahan), untuk korporasi sebagai pelaku tindak pidana perpajakan maka asas pertanggungjawaban perpajakannya berdasarkan teori identifikasi, vicarious liability, dan strict liability. Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perpajakan, hanya menggunakan sanksi pidana penjara dan kurungan. Demi menjaga pendapatan negara, maka rumusan pidana denda terhadap pelaku tindak pidana perpajakan oleh wajib pajak menjadi sanksi utama (premum remedium), sedangkan pidana penjara dirumuskan sebagai sanksi bersifat ultimum remedium (senjata pamungkas).
  
D. PENUTUP
1.     Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan PT. Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas (SAIPK) yang merupakan perusahaan wajib pajak melakukan tindakan kriminal berupa penyuapan uang hasil restitusi pajak perusahaan tersebut, kepada dua pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Penyuapan uang ini dilakukan, sebagai uang pelicin pengurusan restitusi dari wajib pajak PT. SAIPK senilai Rp 21 miliar yang terhitung mulai dari tahun 2004 hingga 2007. Dampak dari tindakan kejahatan ini adalah negara dirugikan sebesar Rp21 miliar dari jumlah restitusi yang dicairkan.

2.     Saran
Dalam menjalankan suatu usaha, perusahaan seharusnya tidak melakukan kejahatan korporasi karena akan merugikan banyak pihak bahkan negara juga akan dirugikan. Sebagai wajib pajak seharusnya perusahaan membayar pajak sesuai dengan aturan hukum pajak yang berlaku, jangan hanya mementingkan keuntungan sendiri saja tetapi juga harus memperhatikan etika-etika dalam berbisnis. Kemudian perusahaan-perusahaan yang melakukan kejahatan korporasi agar diberikan sanksi yang berat dan tegas agar tidak terulang kembali kejahatan-kejahatan korporasi lainnya di Indonesia.


Sumber:

http://fery-indrawanto.blogspot.co.id/2011/02/aspek-hukum-korporasi-dalam-kejahatan.html

Minggu, 10 September 2017

Analisa SWOT Polri Dalam Menanggulangi Terorisme

ANALISA SWOT POLRI DALAM MENANGGULANGI TERORISME

Polri sesuai dengan tugas pokoknya yang diatur dalam Undang-Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik Indonesia, memiliki kewajiban untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat melalui kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli. Disamping tugas pokoknya, Polri dalam rangka mengimplementasikan niat dan komitmen bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum terhadap berbagai aksi terorisme yang dirasakan sangat merugikan masyarakat bangsa dan negara Indonesia, maka Polri sesuai tugas, fungsi dan perannya sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat harus melakukan berbagai upaya cepat dan tepat untuk mengantisipasi dan menanggulangi munculnya aksi terorisme di Indonesia.
Perkembangan kejahatan terorisme global telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan baik modus, kuantitas maupun kualitasnya, Indonesia tidak lepas dari sasaran terorisme. Terungkap fakta adanya keterkaitan jaringan militan lokal dengan jaringan internasional.
Aktifitas teroris telah membidik dan memanfaatkan ideologi dan agama bagi masyarakat dunia sebagai garapan agar memihak kepada perjuangan mereka. Oleh sebab itu perlu ditangani secara bijak. Untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan dan kegiatan teroris, pemerintah Indonesia menyikapi fenomena terorisme secara arif, menganilisis berbagai aspek kehidupan bangsa saat ini, guna memerangi aksi terorisme, bersama dunia internasional.


ANALISA SWOT POLRI
Analisa SWOT merupakan salah satu instrumen analisis yang dapat digunakan oleh para pembuat keputusan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasinya. SWOT merupakan akronim dari Strenghts (kekuatan) yang berisi tentang kemampuan, keunggulan, keterampilan dan sumber-sumber yang dimiliki oleh suatu organisasi; Weaknesses (kelemahan) yaitu memuat tentang keterbatasan, atau kekurangan dalam hal sumber, kemampuan dan keterampilan yang menjadi penghalang kinerja organisasi; Oportunities (peluang) berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan bagi suatu organisasi; Threats (ancaman) faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu organisasi.
Strenghts
Weaknesses
Oportunities
Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Threats
Gunakan kekuatan untuk menghindari atau mengatasi ancaman
Minimalkan kelemahan dan hindari ancaman

Strenghts :
1.      Kewenangan Polri untuk pemeliharaan kamtibmas dan menegakkan supremasi hukum terhadap berbagai aksi terorisme.
2.      Polri mempunyai Densus 88 AT yang berperan dalam pemberantasan terorisme.
3.      Penggunaan teknologi IT dalam melacak keberadaan kelompok teroris.
4.      Personil Densus 88 AT yang telah mendapat pelatihan terorisme di dalam & luar negeri.
5.      Personil Densus 88 AT merupakan personil terlatih dalam menangani teroris dengan pengalaman dan penugasan yang baik.
Weaknesses :
1.      Masih kurangnya personil Densus 88 AT jika dibandingkan dengan luas wilayah Negara Indonesia.
2.      Tindakan dan cara bertindak dalam menghadapi terorisme belum menyeluruh diketahui oleh personil Polri.
3.      Personil Polri yang bertugas di lapangan masih menjadi sasaran terbuka bagi aksi terorisme.
Opportunity :
1.      Dukungan dan peran serta instansi lain dalam usaha pencegahan dan penanggulangan terkait terorisme.
2.      Demokratisasi dan pembangunan di Indonesia mulai menuju pada perubahan ke arah tatanan kehidupan yang diinginkan masyarakat.
3.      Terbukanya jalur informasi melalui internet dan penggunaan media social dalam memberikan informasi terkait penyebaran paham-paham dan ajaran terorisme.
4.      Informasi dari perangkat pemerintah terkait data dan informasi penduduk pendatang.
5.      Dukungan masyarakat dalam usaha pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Threats :
1.      Lemahnya penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan, dimanfaatkan oleh para penyelundup untuk penyelundupan senjata api masuk ke Indonesia dengan sasaran daerah konflik dan basis pertahanan teroris.
2.      Krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan rapuhnya sistem ekonomi bangsa berakibat pada kemiskinan masyarakat yang tidak tertolong dan pada gilirannya masyarakat memilih caranya sendiri yaitu jalan radikal kekerasan teror tanpa menghiraukan jatuhnya korban yang tidak berdosa.
3.      Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama informasi dan komunikasi di satu sisi meningkatkan mencerdaskan masyarakat luas, di sisi lain dapat memberikan dampak negatif terhadap masuknya informasi tentang paham dan ajaran terorisme.
4.      Masih terjadi berbagai konflik di beberapa daerah di wilayah Indonesia yang masih berpotensi, seperti Poso, Papua dan beberapa daerah lainnya. Kasus-kasus pembalakan liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya alam dari praktek-praktek kegiatan ilegal ekonomi.
5.      Lemahnya pengawasan terhadap narapidana kasus terorisme yang masih tetap memberikan pengaruhnya kepada calon-calon pengikutnya di dalam LP.


STRATEGIS ANALISA SWOT
Setelah mengidentifikasi unsur-unsur dari setiap aspek SWOT di atas, berikut akan dijelaskan strategi dalam analisa SWOT. Keempat strategi analisa SWOT yaitu :
a.      Strategi Comparative Advantage
Strategi ini menekankan pada penggunaan semua potensi kekuatan Polri untuk memanfaatkan semua peluang yang telah diidentifikasi bagi upaya penanganan terorisme secara efektif dan efisien adalah sebagai berikut :
1.      Penggalangan kepada instansi lain (perangkat pemerintahan, BIN, TNI) dalam sharing informasi untuk pencegahan aksi terorisme.
2.       Penggalangan kepada tokoh masyarakat dalam memberikan informasi di wilayah tempat tinggalnya terhadap orang dan aktivitas yang mencurigakan yang mengindikasikan kegiatan terorisme.
3.       Penggunaan teknologi IT dalam melacak keberadaan kelompok teroris.
4.      Peran serta pemerintah dalam memberikan pelatihan kepada personil Polri (Densus 88 AT) dalam penanggulangan terorisme.

b.      Strategi Mobilization
Strategi ini menekankan pada penanggulangan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada pada Polri dalam penanganan terorisme yang efektif dan efisien adalah sebagai berikut :
1.      Penambahan personil Densus 88 AT dengan rekrutmen yang memiliki spesifikasi keahlian tertentu.
2.      Pemberian pelatihan dan pengetahuan personil Polri terhadap cara bertindak dalam menghadapi terorisme.



c.       Strategi Investment / Divestment
Pola dari strategi ini adalah memakai kekuatan yang dimiliki oleh Polri untuk menghindari ancaman yang telah diidentifikasi dalam penanganan terorisme, yaitu sebagai berikut :
1.      Ketegasan penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan dengan tegas terutama terhadap kasus-kasus penyelundupan untuk memutus mata rantai penyelundupan senjata api yang dapat digunakan untuk tindakan terorisme.
2.      Penggalangan dengan instansi terkait dan pengusaha untuk memberikan saran dalam penciptaan lapangan pekerjaan terhadap masyarakat ekonomi tidak mampu untuk memperkecil peluang rekrutmen dari pengikut ajaran tentang terorisme.
3.      Melakukan koordinasi dengan Kemeninfo untuk filter/ penyaringan terhadap arus informasi dan penggunaan IT terhadap situs-situs yang menyebarkan paham dan ajaran terorisme.
4.      Koordinasi dengan instansi terkait dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap narapidana terorisme dengan pemisahan sel tahanan untuk mencegah penyebaran paham dan ajaran terorisme kepada calon-calon pengikut.  

d.      Strategi Damage Control
Strategi ini menekankan pada memperkecil kelemahan yang ada pada Polri dan menghindari ancaman yang telah diidentifikasi dalam penanganan terorisme yaitu sebagai berikut :
1.      Penambahan personil Densus 88 AT dengan disesuaikan luas wilayah Negara Indonesia.
2.      Ketegasan penegakan hukum terhadap kasus-kasus pembalakan liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya alam dari praktek-praktek kegiatan ilegal ekonomi terutama pada daerah konflik
3.      Pelatihan personil Polri dalam menghadapi terorisme.
4.      Personil Polri yang bertugas di lapangan agar senantiasa siaga dalam bertugas karena terbukanya kesempatan untuk menjadi sasaran tindakan terorisme.
PROBABILITAS POTENSI SERANGAN ISIS
            Dengan menelaah kejadian serangan Bom Sarinah dan tindakan terorisme yang baru saja terjadi maka dapat dijelaskan bahwa potensi serangan ISIS terhadap aset dan atribut Amerika di Indonesia adalah Very High (VH). Hal ini karena kebencian ISIS terhadap Amerika yang dianggap oleh pengikut ISIS sebagai lawan pergerakan mereka, sehingga berimbas terhadap stabilitas kamtibmas kepada kehidupan di Indonesia. Meskipun masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, kemudian tindakan ISIS mengatasnamakan agama, namun karena banyaknya aset dan atribut Amerika maka Indonesia  menjadi sasaran pergerakan ISIS.
            Bahwa aset yang menjadi ciri Amerika di Indonesia tersebar banyak, diantaranya produk-produk yang mencirikan Amerika, restoran, objek vital Amerika seperti kantor Kedubes, serta tempat-tempat umum yang memiliki ciri Amerika lainnya.  

Minggu, 06 Agustus 2017

Pengertian, Dasar Hukum dan Sejarah Search and Rescue (SAR)

Pengertian, Dasar Hukum dan Sejarah Search and Rescue (SAR)

1.         Pengertian SAR
          Search and Rescue (SAR) adalah pengerahan dan koordinasi antara personel yang kabapel dengan fasilitas yang memadai untuk melakukan pencarian dalam rangka penyelamatan jiwa manusia dan harta benda yang sedang diduga atau diduga akan mendapatkan musibah didaerah terisolasi.
          Operasi SAR adalah kegiatan merencanakan penyusunan pengerahan dan pengendalian unsur-unsur SAR dalam rangka pelaksanaan pencarian dan penyelamatan jiwa manusia yang mengalami musibah.

2.         Sejarah organisasi SAR
          Sejarah organisasi SAR ada sejak manusia memerlukan bantuan pihak lain untuk menemukan dirinya yang sedang ditimpa musibah ditempat yang terisolir guna menyelamatkannya. Organisasi SAR ada secara formal sejak Tahun 1970 di Amerika Serikat, dengan sebutan US COAST GUARD. Organisasi ini merupakan usaha penyelamatan terhadap perenang-perenang yang terbawa arus di pantai atau perahu-perahu nelayan  yang diserang gelombang atau badai dan sesuai dengan perkembangan jaman atau kehidupan masyarakat maupun teknologi. Organisasi inipun berkembang sesuai tuntutan kebutuhan.
          Di negeri Belanda pada Tahun 1940 berdiri Organisasi SAR yang bernama AMATIR. Sesuai dengan namanya maka organisasi ini disusun apabila terjadi suatu musibah. Di Indonesia pada tahun 1950 telah dibentuk organisasi SAR yang diberi nama WING CATALINA, yang merupakan bagian dari AURI. Tugasnya adalah melakukan operasi SAR terhadap pilot-pilot AURI yang meloncat meninggalkan pesawatnya karena kerusakan mesin atau terhadap pesawat-pesawat AURI yang mengalami musibah. Karena dengan latar belakang kemampuan dan kewenangan WING CATALINA yang masih terbatas maka pemerintah berusaha membenahi organisasi SAR di Indonesia. Dengan membentuk BASARI (Badan SAR Indonesia) dengan Kep Pres No.11 Tahun 1972, Kep Pres No. 28 Tahun 1979 tentang Anggota BASARI termasuk Anggota BAKORNAS PBA.

3.         Unsur-unsur SAR
Unsur SAR bertugas untuk melaksanakan operasi SAR di bawah koordinasi dan pengendalian SMC. Unsur SAR ini dapat berupa :
a.         Potensi SAR TNI meliputi TNI Darat, Laut dan Udara.
b.         Potensi SAR Kepolisian Republik Indonesia.
c.         Potensi SAR Pemerintah meliputi Pemerintah Daerah, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Direktorat Keselamatan Penerbangan, Stasiun Radio Pantai, Perusahaan Penerbangan dan Pelayaran Pemerintah, Hansip, Palang Merah Indonesia dan lain-lain.
d.         Potensi SAR organisasi hobby meliputi : organisasi Aerosport Indonesia Penyelam, pramuka, pencinta alam, pendaki gunung, ORARI, KRAP, dan lain-lain.
e.         Potensi SAR organisasi hobby meliputi organisasi aerosport Indonesia, penyelam, pramuka, pecinta alam, pendaki gunung, ORARI, KRAP, dll.
e.      Kejadian-kejadian yang memerlukan bantuan SAR
          Berdasarkan Keppres No. 11 tahun 1972 yang dikategorikan sebagai kejadian yang memerlukan bantuan SAR adalah malapetaka yang dihadapi atau diderita seseorang atau sekelompok orang karena berbagai sebab yang mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Antara lain sebagai berikut :
a.         Musibah penerbangan
b.         Musibah pelayaran
c.         Kejadian sejenis, misalnya hilangnya pendaki gunung, penjelajah rimba, penyusur sungai atau ekspedisi ke daerah terpencil dan sumur. Sedangkan kejadian yang tidak termsuk kejadian yang memerlukan bantuan SAR adalah malapetaka yang disebabkan oleh kejadian alam antara lain :
1)        Gempa bumi
2)        Tanah longsor
3)        Kapal kandas
4)        Gunung meletus
Untuk kejadian tersebut diatas diseluruh personel maupun fasilitas SAR dapat dikerahkan guna membantu di dalam penanggulangannya.

4.         Persyaratan personel SAR
Untuk menghadapi/melaksanakan operasi SAR, diperlukan personil maupun fasilitas yang memenuhi beberapa persyaratan antara lain sebagai berikut :
a.         Memiliki dedikasi yang tinggi terhadap perikemanusiaan.
b.         Memiliki fisik dan mental yang  baik
c.         Memiliki moral dan disiplin yang tinggi
d.         Memiliki intelegensi yang cukup

e.         Memiliki keterampilan antara lain : penerjun segala medan, Scuba, Mountenering, Survival, P3K, Peta kompas, Komunikasi, Pemadam kebakaran, Pendaki gunung, Cara memasuki berada dan meninggalkan lokasi kejadian.